Oleh: Diva Prian Anggara
BERBAGAI macam persoalaan mengenai pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) yang kompleks dan melibatkan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Di tengah pandemi ekonomi yang sedang melanda negeri, pemerintah seolah buta dengan tangisan rakyat dan semakin mantab menurusakan proyek pemindahan IKN yang menelan dana sekitar Rp 71,8 triliun dalam kurun waktu 2022-2024.
Sejumlah permasalah mulai menciut ke atas permukaan khususnya terkait urgensi pemindahan ibu kota yang terkesan terburu-buru. Hal ini ditandai dengan penetapan titik nol IKN dan pembebasan sejumlah lahan yang akan dijadikan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP)
Permasalahan IKN merupakan permasalahan yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek seperti pembangunan, infrastruktur, lingkungan hidup, masyarakat dan investasi. Ada beberapa hal yang perlu dikritisi:
Pertama, IKN belum sepenuhnya siap dalam hal pembangunan dan infrastruktur. Masalah yang perlu diantisipasi termasuk pergerakan lahan, pengembangan lahan, zonasi, dan pertimbangan geografis.
Kritik terkait pengalihan IKN ke Pulau Kalimantan terhadap dampak negatif terhadap kondisi lingkungan, antara lain pengendalian hutan, dampak keseimbangan ekosistem, dan kemungkinan terjadinya kebakaran hutan.
Pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Namun, pemindahan IKN ke Kalimantan menuai kontroversi karena dikritik karena berdampak negatif terhadap kondisi lingkungan. Kritik tersebut termasuk pengelolaan hutan, dampak pada keseimbangan ekologis, dan potensi kebakaran hutan.
Pergerakan lahan, pengembangan lahan, zonasi, dan pertimbangan geografis adalah beberapa isu yang diantisipasi dalam pengembangan IKN.
Luas IKN mencapai 256.000 hektare, dan pada tahap awal fokus pengembangan IKN adalah 56.000 hektare, sedangkan pada tahap awal (2022-2045), pengembangan kota inti pemerintah pusat (KIPP) seluas 6.800 hektare. Pemerintah perlu mengendalikan dan mengelola risiko yang mungkin timbul selama pelaksanaan proyek infrastruktur, seperti: risiko yang timbul dari lokasi, desain, konstruksi dan uji operasional, sponsorship, keuangan, operasional, pendapatan, politik, force majeure dan kepemilikan aset.
Pemerintah juga memiliki regulasi untuk proyek-proyek yang membutuhkan dukungan untuk meningkatkan minat investor, seperti jaminan infrastruktur dan viability gap fund.
Kedua, IKN akan menjadi pusat administrasi negara, dan perlu memperhatikan bagaimana pembangunan akan mempengaruhi masyarakat lokal. Ahli geografi dari Universitas Gadjah Mada menilai bahwa pembangunan IKN memang telah dirancang dengan batas-batas yang jelas, namun secara geografis belum diperhatikan. Artinya, dalam pengembangan IKN, harus dikaji bagaimana pembangunan akan mempengaruhi masyarakat lokal dari segi geografis.
Pembangunan IKN dapat memicu gelombang urbanisasi yang berdampak pada perubahan penggunaan lahan, perpindahan lahan, dan pengembangan lahan. Hal ini meningkatkan kepadatan penduduk dan dapat menyebabkan keterasingan penduduk lokal.
Sejumlah besar migran menggusur populasi lokal, yang dapat menyebabkan fragmentasi pasar tenaga kerja, ketegangan sosial, dan konflik.
Ketiga, kota-kota sekitar harus mampu cepat beradaptasi dengan lokasi IKN dan lingkungannya, antara lain: Kota Samarinda, Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegara, Kota Balikpapan, Kota/Provinsi di Provinsi Kalimantan Timur, dan Kota/Provinsi Kalimantan Secara Keseluruhan.
Kita perlu benar-benar memahami adat istiadat masyarakat Kalimantan dan berinteraksi dengan para pemimpin adat dan agama. Selain itu, pengenalan kondisi geografis dan geopolitik di sekitar IKN, Kalimantan Timur, dan Kalimantan secara keseluruhan, serta pembahasan potensi sumber daya, aset, dan investasi daerah, baik alam maupun manusia.
Mengkoordinasikan rencana pembangunan kota dan memahami kondisi lokasi dan kondisi sosial budaya lingkungan IKN akan membantu percepatan pembangunan.
Keempat, realisasi investasi di IKN oleh badan usaha milik swasta masih terbatas, dan pembiayaan pembangunan IKN masih bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Misalnya, Agung Wikaksono, Deputi Direktur Jenderal Keuangan dan Investasi Otoritas IKN, berpendapat bahwa kurangnya pembiayaan sektor swasta tidak berarti bahwa proyek IKN bebas bunga. Namun, para ekonom meragukan apakah sektor swasta saat ini tertarik untuk berinvestasi di IKN.
Direktur Otorita IKN Bambang Susantono mengatakan, meski tahap awal pembangunan didominasi oleh biaya APBN untuk pembangunan IKN, ia tetap optimistis ke depan karena pendanaan swasta akan lebih dominan. Pelaksanaan anggaran pembangunan IKN akan mencapai Rp26,7 triliun pada 2023 atau setara 97,6% dari pagu anggaran. Namun, pendanaan untuk pengembangan IKN masih tergantung pada anggaran negara, yang mungkin menjadi faktor yang membatasi investasi swasta.
Kelima, penambahan anggaran pembangunan IKN mencapai Rp 7-8 triliun, dan pemerintah telah mengusulkan penambahan anggaran pembangunan IKN Nusantara Realisasi anggaran pembangunan IKN tahun 2023 mencapai Rp 26,7 triliun atau setara 97,6 persen dari pagu anggaran Rp 27,4 triliun. Pada periode 2022-2024, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar IDR 71.8 triliun (USD 4.6 miliar) untuk pembangunan IKN.
Sebagai tambahan informasi, pemerintah telah mengalokasikan Rp5,5 triliun untuk pembangunan IKN pada 2022. Tahun ini, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 39,3 triliun atau 2,5 miliar dolar AS.
Dari realisasi anggaran pembangunan IKN tahun 2023, pembangunan infrastruktur mencapai Rp 23,8 triliun, sedangkan anggaran non infrastruktur digunakan untuk koordinasi perencanaan transfer IKN, rekomendasi kebijakan dukungan keamanan bagi kepolisian dan operasional IKN Otoritas.
Keenam, kepemilikan aset dalam proyek IKN Pemerintah telah menyiapkan pengaturan untuk proyek-proyek yang membutuhkan dukungan untuk meningkatkan minat investor, seperti Barang Milik Negara (BMN) yang disediakan untuk proyek KPBU IKN BMN merupakan aset yang dikelola oleh Pemerintah, yang dapat digunakan sebagai sumber modal untuk mengurangi risiko dan membantu investasi dalam proyek tersebut.
Pemerintah memiliki dua jenis BMN yang bisa digunakan dalam proyek KPBU IKN. Pertama, BMN digunakan sebagai kantor pusat kementerian dan lembaga. Kedua, BMN digunakan sebagai kantor perwakilan kementerian/lembaga di Jakarta, seperti Polda, Polres, dan Kantor Wilayah lainnya. Pemerintah juga telah menyediakan fasilitas penyiapan proyek KPBU melalui dukungan dari Kementerian Keuangan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan minat investor dan membantu proyek KPBU IKN berhasil dilaksanakan.
Dukungan pemerintah dalam bentuk BMN dapat membantu mengurangi risiko dalam proyek KPBU IKN, yang merupakan solusi atas tantangan pelaksanaan KPBU IKN dan pemindahan Ibu Kota Negara ke IKN.
Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada kolaborasi antara pemerintah, investor, dan masyarakat lokal. Pemerintah harus mengelola dan mengelola risiko yang berpotensi timbul ketika proyek KPBU IKN berlangsung. Investor harus bekerja sama dengan pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur dan fasilitas yang ramah lingkungan. Masyarakat lokal harus berkontribusi pada pengembangan IKN dan mendukung proyek-proyek yang akan mempengaruhi daerah.
Dalam menyelesaikan masalah ini, pemerintah harus mengembangkan strategi yang mencakup pengelolaan lingkungan, pembangunan infrastruktur, pembangunan sosial, dan pengembangan investasi swasta. Pemerintah juga perlu mengatur dan mengelola risiko yang berpotensi timbul jika proyek KPS IKN dilaksanakan.
Investor harus bekerja sama dengan pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur dan fasilitas ramah lingkungan sekaligus mendorong investasi sosial dan swasta. Masyarakat lokal harus berkontribusi terhadap pengembangan IKN dan mendukung proyek-proyek yang berdampak pada wilayah tersebut.
Pengembang IKN harus memasukkan aspek sosial, budaya, dan lingkungan dalam pengembangan IKN. Hal ini akan membantu meningkatkan minat investor dan masyarakat setempat terhadap IKN. Pemerintah juga perlu mengatur dan mengelola risiko yang berpotensi timbul jika proyek KPS IKN dilaksanakan.
Investor harus bekerja sama dengan pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur dan fasilitas ramah lingkungan sekaligus mendorong investasi sosial dan swasta. Masyarakat lokal harus berkontribusi terhadap pengembangan IKN dan mendukung proyek-proyek yang berdampak pada wilayah tersebut. **
*) Penulis adalah Mahasiswa Universitas Malikussaleh Lhokseumawe – Aceh