SERGAI, DeliTimes.id – Permasalahan tanah yang berlokasi di Desa Bagan Kuala dan Desa Tebing Tinggi Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Sumatera Utara, muncul setelah diterbitkannya Hak Guna Usaha (HGU) PT. Deli Minatirta Karya (DMK) seluas 499,2 Ha, dengan Sertifikat Nomor 1 pada tahun 1992 dan diperuntukkan tambak udang.
Persoalan ini muncul disebabkan adanya tuntutan plasma 80 (Kelompok 80), terhadap PT DMK yang dinilai tidak tepat janji.
Pasalnya, sebelum terbitnya HGU, Bupati Deli Serdang telah mengeluarkan Surat Keputusan nama-nama 128 Plasma pada tahun 1991. Sedangkan saat itu PT DMK diangkat sebagai Inti atau Bapak angkat dari 128 plasma.
Dalam SK tersebut dijelaskan bahwa 128 plasma itu masing-masing memiliki tanah seluas 4 Ha.
Namun lahan seluas 4 Ha itu akan diberikan kepada Inti 1 Ha dan 1 Ha untuk fasilitas umum, sehingga setiap seorang plasma hanya memperoleh 2 Ha untuk dijadikan tambak udang.
Hal ini menjadi ketentuan saat itu dengan PT DMK, sebab segala biaya dikeluarkan dari pembuatan kolam, pemupukan tanah, obat-obatan hingga bibit udang tiger dan pakan udang, dibiayai oleh Bank Bukopin dan juga bantuan dari Asian Deveplomen Bank (ADB) fase II yang disalurkan via Bank Bukopin dan diberikan melalui PT. DMK.
Setelah berjalan diperkirakan mulai tahun 1996 pembentukan kolam hingga beroperasi pada tahun 1998, ternyata saat itu cuma 48 kolam saja yang dibentuk kolam Tambak Inti Rakyat (TIR) seluas 96 hektar.
Tapi, sisanya 80 plasma seluas 320 Ha, tidak pernah dijadikan kolam tambak udang, karena pada tahun 2003 dinyatakan pailit oleh Direktur PT DMK Drs Willian Siahaan.
Selanjutnya, dari128 plasma, Bank Bukopin hanya menyalurkan dana secara bergulir dengan metode dua tahap yaitu tahap awal untuk 21 Plasma (21 ketua kelompok) dan tahap kedua 27 plasma, sehingga menjadi 48 plasma dan tersisa 80 plasma.
Namun berapa banyak dana yang dikucurkan oleh Bank Bukopin tidak pernah diberitahu kepada seluruh plasma.
“Penggunaan dana tersebut tidak pernah ada transparansi,” jelas salah satu Ketua Kelompok 80 Darbali yang didampingi Irwansyah Lubis dan Saharuddin, Minggu (11/9/2022).
Sebut Darbali, ia dan 79 ketua kelompok yang tanahnya sudah dipergunakan oleh PT DMK sejak tahun 1992 hingga berakhir pada tanggal 31 Desember 2017 dan sekarang, masih terus berjuang menuntut keadilan.
Tuntutan tersebut digerakkan dari tahun 2000 hingga sekarang tahun 2022, dan diperkirakan puluhan tahun sudah masyarakat petani tergabung dalam kelompok 80 menuntut haknya.
“Namun hingga kini menjadi eks HGU, PT DMK tak kunjung mengembalikan tanah yang dituntut,” beber Darbali dengan nada sedih.
Sudah Dijual
Tanah eks HGU PT DMK seluas 499,2 Ha diduga sebahagiannya telah jual puluhan hingga ratusan hektar dengan dalih ganti rugi dengan pihak ketiga.
Peralihan hak tersebut sangat disayangkan, terjadi sebelym HGU PT DMK belum berakhir sekira terjadi pada tahun 2005 hingga 2006 yang lalu.
Dan ada juga diduga telah dijual setelah lahanbtersebut menjadi eks HGU.
Dugaan kuat tanah eks HGU PT DMK sekarang ini telah diperjual belikan.
Sementara tanah eks HGU PT DMK hasil inventarisasi Badan Pertsnahan Nasional (BPN) Sergai terdapat tanah indikasi tanah terlantar diperkirakan seluas 126 Ha, dan tanah masuk kawasan hutan lebih kurang seluas 128 Ha.
Tanah eks HGU ini belum secara resmi diserahkan kepada Pemerintah Sergai, sebab belum diketahui secara benar diperpanjang maupun diperbaharui HGU oleh PT DMK yang sudah 5 tahun berakhir.
Terkait dengan persoalan tersebut, Ketua Front Komunutas Indobesia Satu (FKI-1) Kabupaten Sergai M Nur Bawean dihubungi via telepon seluler dimintai tanggapan soal dugaan telah terjadi jual beli lahan eks HGU PT DMK dan belum selesainya mengenai tuntutan masyarakat kelompok 80, secara tegas ia mengatakan, asalah
ini harus segera diselesaikan dan diusut oleh Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto.
“Sedangkan terkait dugaan jual beli lahan didalam dan eks HGU PT. DMK, Kapoldasu diyakini memiliki keberanian untuk mengusutnya hingga tuntas. Namun, jika Kapoldasu merasa enggan dan takut mengusutnya, maka kita berharap Kajatisu diminta langsung turun tangan mengusutnya. Sehingga masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik,” katanya.
“Panggil pihak yang berkompeten, dari Direktur PT.DMK hingga masyarakat yang diduga telah menjual dan membeli lahan HGU PT. DMK tersebut.” tegas M Nur lagi. (red)