MEDAN – Persatuan Wartawan Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI telah menggelar Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) untuk yang kelima kali di Tahun 2024. Sumatera Utara menjadi provinsi kelima yang menggelar SJI.
Ketua PWI Sumut, Farianda Putra Sinik, bersyukur dan berterimakasih kepada Ketua Umum PWI Pusat Hendry C.H Bangun karena Sumatera Utara (Sumut), mendapatkan kesempatan untuk menjadi tuan rumah Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) pertama di Sumut. Pelaksanaan SJI di Sumut ini merupakan pencapaian besar karena provinsi lain juga bersaing untuk mendapatkan kesempatan ini.
“Sumut menjadi provinsi kelima yang berkesempatan menyelenggarakan SJI, dan ini menjadi yang pertama kalinya digelar di Sumut,” ungkap Ketua PWI Sumut, Farianda Putra Sinik, pada pembukaan Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) di Hotel Grand Inna Medan, Senin (23/9).
Ia berharap, melalui SJI ini dapat meningkatkan kemampuan wartawan Sumut, sehingga karya jurnalistiknya mampu bersaing dalam penghargaan karya jurnalistik seperti Adinegoro, maupun di kancah internasional. Ia pun mengingatkan, di masa lalu, wartawan Sumut memiliki reputasi besar, seperti Marah Halim.
Dalam pelaksanaan SJI ini, kata Farianda, PWI Sumut membuka pendaftaraan tidak hanya kepada wartawan anggota PWI saja, tetapi membuka kesempatan bagi orang di luar PWI untuk ikut serta, seperti lembaga pers kampus. Farianda juga mengingatkan wartawan untuk menjaga etika dan kode perilaku wartawan, agar wartawan dihormati.
“Jumlah peserta SJI di Sumut mencapai 40 orang, meski kuota awalnya hanya 35, dengan tambahan cadangan peserta. Biaya yang dikeluarkan untuk setiap peserta mencapai 7 juta rupiah, namun para peserta beruntung bisa mengikuti program ini secara gratis. Mereka juga akan mendapatkan sertifikat,” imbuhnya seraya meminta komitmen peserta untuk hadir, karena ada banyak cadangan yang siap menggantikan jika ada yang gugur.
Sementara itu, Ketua Umum PWI Pusat Hendry C.H Bangun menyampaikan apresiasi kepada Pj. Gubernur Sumatera Utara, Agus Fatoni, dan Gubernur Sumut Erry Nuradi, atas dukungan mereka terhadap kegiatan yang berkaitan dengan pers.
Hendry juga menyebutkan kedekatan Agus Fatoni dengan dunia pers, terutama ketika Agus Fatoni hadir dalam kongres dan pelantikan PWI Sumatera Selatan saat bertugas di sana.
Hendry menjelaskan, bahwa kegiatan Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) ini telah didukung oleh dana hibah sebesar Rp800 juta dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, yang dianggarkan kepada empat provinsi. Namun, untuk program SJI di Jawa Barat, PWI mendanai kegiatannya secara mandiri.
Ia juga memberikan selamat kepada PWI Sumatera Utara yang sukses menyelenggarakan SJI. Semula kegiatan ini direncanakan akan diadakan di LPMP, namun atas usaha dari Ketua PWI Sumut, acara akhirnya dipindahkan ke hotel.
Hendry menjelaskan, bahwa SJI adalah program pembelajaran menyeluruh yang awalnya pada tahun 2010 berlangsung selama dua minggu. Namun, setelah mendapat protes dari pemilik media yang menganggap waktu tersebut terlalu lama, durasinya dipangkas menjadi satu minggu. Program ini bertujuan meningkatkan wawasan dan praktik kerja para wartawan. Peluncuran pertama SJI dilakukan di Sumatera Selatan, di mana Presiden SBY memberikan kuliah perdana.
Ia juga menyebutkan bahwa Menteri hadir dalam peluncuran di Jawa Barat, sementara di Kalimantan Selatan, Gubernur hanya memberikan sambutan. Hendry menegaskan, bahwa dengan Agus Fatoni yang memberikan kuliah, peserta akan mendapatkan banyak manfaat.
Hendry juga menyatakan, bahwa PWI Pusat akan terus berupaya mendukung pelaksanaan SJI di berbagai daerah, dan di tahun ini mendapatkan bantuan dari Freeport untuk melaksanakan SJI dua kali lagi di Sorong dan Surabaya. Hingga saat ini, alumni SJI telah mencapai hampir 1.000 orang. Materi kuliah di SJI disusun dengan panduan dari UNESCO dan tidak dilakukan sembarangan.
Ia menutup sambutannya dengan harapan agar pemerintahan mendatang tetap kondusif, sehingga PWI bisa mengajukan program SJI untuk 10 provinsi berikutnya. Hendry juga menekankan, pentingnya multi-tasking dalam menghadapi kemajuan teknologi dan mengingatkan peserta bahwa mereka adalah warga Indonesia pertama, lalu wartawan, sehingga karya jurnalistik harus berwawasan kebangsaan. (ts)