JAKARTA, DELITIMES.ID – Salah satu lompatan strategis Pemerintah Indonesia mengantisipasi cyber war adalah, membentuk angkatan keempat di bidang digital dan siber. Pernyataan ini terungkap dari bincang-bincang dengan Gubernur Lemhanas Andi Widjajanto dalam Patra Channel Youtube, Kamis (12/1/2023). Dalam perbincangan dan diskusi bersama host Medrial Alamsyah ini, Andi menyebutkan sebenarnya TNI sedang melakukan evolusi pembentukan angkatan keempat.
Saat ini Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di masing-masing angkatan sudah mempunyai pusat siber yang komandannya adalah perwira bintang satu. Menurut Andi ke depannya yang dibutuhkan untuk membentuk pasukan khusus ini adalah struktur organisasi yang lebih besar. Sehingga kemampuan kapasitas siber pertahanan meningkat secara signifikan.
Andi mencontohkan Singapura yang baru saja membentuk angkatan keempat digital dan intelijen pada 28 Oktober 2022 lalu. Singapura perlu membentuk angkatan ini setara dengan angkatan darat, laut, dan udara. Alasannya, negara ini secara progresif membangun kemampuan di empat bidang utama dalam komando, kontrol, komunikasi, dan komputer dan intelijen. Organisasi Siber Pertahanan Singapura yang berdiri pada tahun 2017 berfungsi untuk mengoordinasikan upaya keamanan siber di sektor pertahanan.
Tak hanya Singapura. Andi juga mencontohkan Amerika Serikat dan Cina yang juga sudah membentuk pasukan yang khusus konsentrasi ke siber. Amerika Serikat saat ini sudah memiliki lima angkatan pertahanan. Yakni, darat, udara, laut, antariksa, dan cyber war. Salah satu badan keamanan di AS adalah National Security Agency (NSA).
Ancaman Digital
Saat ini dan ke depan, menurut Andi, kekuatan intelijen digital perlu untuk secara efektif menangani ancaman digital dari pelaku ancaman eksternal. Di mana menurut perkiraan, ancaman digital akan tumbuh dalam jumlah, kecanggihan, dan organisasi.
Beruntungnya, tingkat kematangan teknologi di dunia sudah membaik. Meski Andi mengakui, masalah utama sekarang ini adalah, teknologi digital berkembang lebih cepat daripada arsitektur keamanannya.
“Tapi itu pun tidak lamban. Saat Presiden Joko Widodo berkuasa pertama kali, belum ada badan siber sama sekali. Pada 2018 kemudian terbentuk badan siber. Lembaga sandi negara diubah menjadi badan siber. Hanya dalam waktu empat tahun saja di setiap angkatan, ada pusat siber. Termasuk di kepolisian dan badan intelijen. Tingkat adaptasinya ternyata lebih cepat,” katanya.
Di Indonesia, kerusakan yang terjadi belum sistematis. Padahal menurutnya selama 2020-2021 saja, terjadi 240 juta kali anomali, seperti malware, phishing, ransomware, pencurian data, hingga gangguan server. “Artinya satu bulan 20 juta kali. Hampir 1 juta per hari atau ratusan ribu dalam waktu 24 jam saja. Tapi belum ada kan serangan yang merusak secara sistematis dan struktural,” katanya.
Nah, tantangan terbesar untuk membentuk angkatan keempat ini adalah menyiapkan sumber daya manusia yang khusus mempelajari dunia siber. Ia optimis, penyediaan sumber daya ini akan terpenuhi. Karena pemerintah sekarang menyediakan banyak fasilitas beasiswa kepada anak-anak muda untuk mempelajari dunia siber. (RED)