MEDAN – Direktur Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ahmed Kurnia Soeriawidjaja, menyebutkan, integritas adalah esensi profesi wartawan. Apalagi di era modern seperti saat ini, teknologi telah mengubah segala aspek dalam sektor jurnalisme dan harus berkompetisi dengan teknologi artificial intelligence (AI).
“Integritas media terbangun dari integritas wartawannya. Namun, membangun integritas tidak singkat, butuh waktu dan harus menjadi kebiasaan,” ungkap Ahmed saat menjadi pembicara pada SJI ke-V di Grand Inna Medan, Senin (23/9).
Ia mendorong, wartawan dapat berkompetisi dengan kecerdasan buatan. Sehingga wartawan harus berupaya menggemas berita berintegritas. “Misalnya membuat berita kritikan tanpa menyinggung,” jelasnya.
Untuk mempertahankan integritas sebagai wartawan, Ahmed mengingatkan wartawan untuk menghilangkan kepentingan diri sendiri. “Suka tidak suka, Anda (wartawan) harus tempatkan posisi sebagai guru bangsa,” jelasnya.
Posisi sebagai guru bangsa, katanya, wartawan harus memberikan informasi yang terverifikasi, objektif dan akurat. Oleh sebab itu, di era AI saat ini wartawan harus memanfaatkan teknologi ini dengan menjadi lebih kreatif.
“Karena AI belum bisa buat lead, belum bisa buat naskah. Karena kita yang wawancara, kita yang memerintahkan AI ini dengan kreatif,” urainya.
Sehingga, kecerdasan buatan ini adalah keuntungan komparatif dan kompetitif. AI dapat membantu wartawan bekerja lebih efisien dan efektif. Sehingga kita bisa lebih fokus dengan kreatifitas.
“AI ini tidak dapat mengganti tugas jurnalisme, yakni verifikasi, klarifikasi, validasi dan konfirmasi,” bebernya.
Dengan AI ini, kata Ahmed Kurnia, wartawan bisa menpertahankan integritas diri. Misalnya Nazwa Shihab dan Karni Ilyas. Karena tekanan dari perusahaan tempat bekerja mempengaruhi integritas mereka, akhirnya wartawan-wartawan kenamaan ini mengundurkan diri.
“Namun karena sudah miliki integritas yang baik, mereka bisa berkembang sebagai wartawan,” bilangnya.
Diakui Ahmed, memang ada tantangan dalam menjaga integritas, terutama dalam perkembangan teknologi. Yang pertama monetisasi berita dan sensasi berlebih (clikbait). Lantaran demi mendapatkan klik dan pendapatan iklan, beberapa media cenderung menggunakan judul-judul yang sensasional tanpa mempertimbangkan akurasi informasi.
“Wartawan seringkali terjebak dalam tekanan untuk memprioritaskan sensasi ketimbang kebenaran,” tambahnya.
Selain monetisasi berita dan clikbait, tekanan dari pemilik media juga menjadi tantangan wartawan. Sebab, beberapa wartawan bekerja di bawah media yang dikuasai oleh kelompok bisnis atau politik. Hal ini bisa mengancam independensi dan integritas wartawan.
“Karena mereka mungkin dipaksa untuk menyajikan berita yang menguntungkan pihak tertentu,” tutupnya. (ts)